STUDY TOUR DI DESA TENGANAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Desa Tenganan merupakan
salah satu desa dari tiga desa Bali Aga,
selain Trunyan dan Sembiran.
Yang dimaksud dengan Bali Aga adalah desa yang masih mempertahankan pola hidup
yang tata masyarakatnya mengacu pada aturan tradisional adat desa yang
diwariskan nenek moyang mereka. Bentuk dan besar bangunan serta pekarangan,
pengaturan letak bangunan, hingga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan
adat yang secara turun-temurun dipertahankan.
Begitu unik ,
asli dan kentalnya budaya Desa Tenganan yang menarik banyak wisatawan baik
lokal maupun mancanegara untuk datang berkunjung kesana . Baik untuk melihat
daerah dan budayanya , melihat tradisinya , melihat souvenir souvenir yang
dijual , bahkan ada yang sampai membeli kain Gringsing yang sudah berumur
ratusan tahun seharga Rp. 500.000.000 sampai Rp. 1.000.000.000 serta memperoleh
informasi mengenai proses pembuatan endek Pagringsingan . Untuk mengetahui
lebih mendalam tentang Desa Tenganan , dari latar belakang diatas kami
mengangkat judul “ “
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimanakah adat
dan budaya Desa Tenganan ?
1.2.2. Bagaimanakah
pengelolaan Desa Tenganan sebagai desa wisata ?
1.2.3. Bagaimanakah proses
pembuatan endek Pagringsingan ?
1.3
Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui
adat dan budaya Desa Tenganan.
1.3.2. Untuk mengetahui
bagaimana upaya pengelolaan Desa Tenganan sebagai desa wisata .
1.3.3. Untuk mengetahui
proses pembuatan endek Pagringsingan.
1.4
Manfaat
Bedasarkan tujuan
diatas , adapun manfaat dari penulisan Karya Ilmiah ini adalah sebagai berikut
:
1.4.1.
Manfaat Teoritis : Siswa mampu
memahami penguasaan pengetahuan mengenai adat budaya Desa Tenganan ,
pengelolaan Desa Tenganan sebagai desa wisata dan proses pembuatan endek
Pagringsingan.
1.4.2.
Manfaat Empiris : Melalui
pengetahuan tentang adat budaya Desa Tenganan , pengelolaan Desa Tenganan
sebagai desa wisata dan proses pembuatan endek Pagringsingan , diharapkan siswa
mampu menularkan kepada masyarakat agar mengetahui keistimewaan dan keunikan
budaya Tenganan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Letak
Geografis Desa Tenganan

·
Di
sebelah Barat adalah desa Ngis
·
Di
sebelah Utara adalah desa Macang dan Bebandem
·
Di
sebelah Timur adalah desa Bungaya , desa Asak, dan desa Timrah
·
Di
sebelah Selatan adalah desa Pasedahan dan Dauh Tukad
Luas tanah desa Tenganan adalah 1.034 Ha dengan rincian : tanah tegalan 499,74
Ha ; tanah pertanian 243,315 Ha ; tanah laba pura 95,825 Ha ; tanah
perkampungan 80.000 Ha ; tanah kuburan 40.000 Ha ; tanah kolam 0,030 Ha ; dan
lain – lain 75.090 Ha. Penduduk aslinya berjumlah 112 kepala keluarga ,
secara keseluruhan banjar dinas terdiri dari 334 kepala keluarga dengan 1045
orang . Disebut Tenganan Pagringsingan karena menghasilkan kain gringsing
dengan berbagai macam motif dan jenisnya .
2.2
Sejarah
Desa Tenganan
Desa
Tenganan diperkirakan dibangun pada abad ke-11 , dengan diawali oleh upacara
Aswamedayadnya yang digelar di Desa Bedahulu Kabupaten Gianyar . Pada suatu
ketika , konon Raja Bedahulu melaksanakan upacara Aswamedayadnya tersebut ,
dimana memerlukan sarana berupa seekor kuda yang bernama Oncesrawa yang artinya
ekor kuda tersebut menyentuh tanah . Kebetulan sekali, kuda ini digunakan Indra
saat memerangi Mayadanawa. Tahu dirinya akan dijadikan kurban, kuda yang sakti
tersebut langsung melarikan diri dari Bedahulu. Untuk mencari kudanya yang
hilang, Indra akhirnya mengutus orang-orang Tenganan (ketika itu orang Tenganan
masih tinggal di Bedahulu dekat Pejeng) untuk mencari kuda putihnya yang akan
dijadikan kurban Aswameda.Kelompok pencari kuda tersebut dibagi dua kelompok.
Mereka mencari memencar dengan arah berlawanan. Satu kelompok mencari kearah
utara, satunya lagi menuju timur. Kelompok yang menuju ke timur sangat
beruntung karena berhasil menemukan kuda tersebut walaupun dalam keadaan mati.
Kuda tersebut mereka temukan dilereng bukit Tenganan.
Kelompok
yang menemukan kuda ini tidak mau kembali ke Bedahulu. Indra yang mengetahui
kejadian itu akhirnya memberikan wilayah disekitar bangkai kuda tersebut kepada
kelompok yang menemukannya. Dengan syarat, sejauh mana bangkai kuda itu
tercium, sejauh itu wilayah yang dihadiahkan.
Akhirnya,
karena ingin mendapatan wilayah yang luas, bangkai kuda tersebut langsung
dipotong-potong dan dibawa sejauh mereka bisa berjalan. Keadaan inipun
diketahui oleh Indra. Lalu, Indra memanggil orang-orang tersebut. Tempat dari
mana Indra memanggil orang tersebut kini berdiri sebuah Pura yang bernama Pura
Batu Madeg yang tempatnya disebelah pos Polisi Candidasa. Sedangkan ditempat
orang yang membawa bangkai kuda tepatnya berbatasan dengan Desa Macang kini
menjadi Pura Pengulapan. Kedua pura ini disungsung oleh Desa Tenganan.
2.3
Kelembagaan
Desa Tenganan
Desa
ini memiliki 2 sistem pemerintahan , yaitu pemerintahan dinas yang dipimpin
oleh perbekel atau kepala desa dan yang kedua adalah adat . Penentuan pemimpin adat di Tenganan
Pegringsingan juga memiliki keunikan tersendiri. Jika di desa-desa adat lainnya
di Bali pemimpin desa atau bendesa (ketua) adat dipilih oleh krama (warga),
di Tenganan Pegringsingan pemimpin desa ditentukan berdasarkan senioritas. Pemerintahan
adat bersifat kolektif. Ada tiga struktur utama pemimpin desa.
Pertama disebut Luanan. Ini
merupakan penasihat atau penglingsir desa yang diisi oleh keluarga yang
memiliki nomor urut perkawinan 1-5. Luanan biasanya hadir ketika sudah selesainya
persiapan rapat atau suatu acara.
Struktur kedua yakni Bahan Roras.
Posisi Bahan Roras ini terbagi menjadi dua yakni Bahan Duluan
yang diisi keluarga dengan nomor urut perkawinan 6-11 dan Bahan Tebenan
yang diisi keluarga dengan nomor urut perkawinan 12-17. Bahan Duluan
merupakan pelaksana pemerintahan sehari-hari, perencana, pelaksana atau pucuk
pimpinan. Pasangan keluarga nomor urut 6-7 disebut dengan nama Tamping Takon
(tampi artinya ‘menerima’ dan takon artinya ‘pertanyaan’) yang
bertugas untuk menampung atau menjawab segala macam pertanyaan dari krama
desa. Sementara keluarga dengan nomor urut-12-17 disebut dengan Bahan
Tebenan. Tugasnya sebagai pembantu atau cadangan Keliang Desa.
Struktur terakhir Peneluduan.
Lapisan ini merupakan keluarga dengan nomor urut perkawinan 18 dan seterusnya.
Seorang dari Peneluduan tampil sebagai Saya atau Juru Warta
secara bergiliran setiap bulan. Peneluduan ini pun dibagi lagi menjadi
dua yakni Tambalapu Duluan yang diisi keluarga dengan nomor urut
perkawinan 18-23 sebagai penggerak dalam segala kegiatan dan Tambalapu
Tebenan yang diisi keluarga dengan nomor urut perkawinan 24-29 sebagai
cadangan atau pengganti. Jika seorang Bahan Duluan meninggal dunia atau
anaknya menikah, tidak serta merta posisinya digantikan sang anak. Posisi itu
akan diisi oleh keluarga di nomor urut berikutnya. Sementara anak Bahan
Duluan itu masuk sebagai krama desa dengan nomor urut terbaru.Enam orang
anggota Bahan Duluan secara keseluruhan berperan sebagai Keliang Desa.
Dalam keseharian, gabungan Bahan Duluan dengan Bahan Tebenan
dengan anggota yang berjumlah 12 orang yang disebut Bahan Roras bertugas
sebagai Penyarikan (sekretaris). Tugas sebagai Penyarikan ini
dipegang setiap anggota secara bergantian, satu orang setiap bulan.
Sementara gabungan antara Tambalapu
Duluan dengan Tambalapu Tebenen yang berjumlah 12 orang disebut Tambalapu
Roras, bertugas sebagai Saya Arah atau Juru Warta. Pembagian
tugasnya adalah tiap empat orang anggota secara bergantian setiap bulan,
mengerjakan tugas sebagai Saya Arah. Kelompok tugas yang lain disebut Peneluduan
yang terdiri dari lima orang anggota, mempunyai tugas menjemput anggota Luanan
yang berjumlah lima orang untuk mengikuti rapat atau sangkepan di Bale
Agung.Pemerintahan desa adat sehari-hari di Desa Adat Tenganan Pegringsingan
dipimpin oleh Bahan Duluan dibantu oleh seorang Penyarikan dan empat
orang Saya Arah.
2.4
Ciri Khas Desa Tenganan
Ciri khas Desa Tenganan tentu saja
kain tenun ikat yang disebut kain gringsing. Karena itu pula, nama desa ini lebih
dikenal dengan Desa Tenganan Pegringsingan. Ini untuk membedakannya dengan Desa
Tenganan Dauh Tukad atau pun Tenganan sebagai desa dinas.
Tidak diketahui secara pasti kapan
kain gringsing mulai muncul di Tenganan Pegringsingan. Tiada diketahui pula siapa
yang pertama kali memperkenalkan kerajinan menenun kain ini di Tenganan
Pegringsingan. Kain gringsing mengandung makna sebagai semacam penolak bala.
Ini jika dlihat dari kata gringsing yang berasal dari kata gering yang
artinya ‘wabah’ dan sing yang artinya ‘tidak’. Dengan begitu gringsing
berarti ‘terhindar dari wabah’.
Pada masa kerajaan Bali Kuna dulu
kain gringsing diproduksi juga di daerah-daerah lainnya. Hanya saja, hingga
saat ini hanya di Tenganan kerajinan tenun kain ini masih terjaga.
Kain gringsing ini sendiri terbilang
unik, otentik dan kini amat langka. Benang yang dipakai untuk menenun kain ini
berasal dari kapas Bali asli. Selain bahannya yang langka, proses pembuatan
kain ini juga terbilang amat rumit.Bisa dibutuhkan waktu sampai sepuluh tahun
untuk bisa menghasilkan selembar kain gringsing berkualitas bagus.
2.5
Sejarah Kain Gringsing
Menurut
mitos tentang kisah Kain Tenun Gringsing, berawal dari Dewa Indra, pelindung
dan guru kehidupan bagi masyarakat Tenganan. Terpesona dengan keindahan langit
di malam hari dan memaparkan keindahan tersebut melalui motif tenunan kepada
rakyat pilihannya, orang-orang Tenganan. Ia mengajarkan kepada wanita-wanita
teknik menenun kain gringsing yang melukiskan, sekaligus mengabadikan keindahan
Bintang, Bulan, Matahari, serta hamparan langit lainnya. Kain tenun berwarna
gelap alami yang digunakan masyarakat setempat untuk kegiatan ritual agama atau
adat dipercaya memiliki kekuatan magis. Kain ini menjadi alat yang mampu
menyembuhkan penyakit dan menangkal pengaruh-pengaruh buruk. Keberadaan kain
tenun ini terkenal di kalangan peneliti budaya dunia tidak saja dari segi
mitosnya, tetapi juga dari segi teknik penenunannya.
Menurut
pandangan orang Tenganan bahwa kain geringsing mengandung nilai magis. Hal ini
dikatakan demikian karena kata geringsing berasal dan dua kata yaitu gering
yang berarti “sakit” atau “penyakit” dan sing berarti “tidak” atau “menolong”.
Dan kedua akar kata tersebut yaitu kata gering dan sing disatu padukan akan
menjadi kata geringsing yang dapat berarti tidak sakit atau menolak penyakit
yang dapat diperkirakan akan terhindar dan segala penyakit. Oleh karena
demikian orang Tenganan mempunyai pandangan bahwa kain geringsing memiliki
peranan atau fungsi yang amat penting.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Adat dan Budaya Desa Tenganan
Tenganan adalah desa yang mempunyai
keunikan sendiri di Bali, desa yang terletak cukup terpencil dan terletak di
Kabupaten Karangasem. Desa ini sangatlah tradisional karena dapat bertahan dari
arus perubahan jaman yang sangat cepat dari teknologi. Walaupun sarana dan
prasarana seperti listrik dll masuk ke Desa Tenganan ini, tetapi rumah dan
adat tetap dipertahankan seperti aslinya yang tetap eksotik. Ini
dikarenakan Masyarakat Tenganan mempunyai peraturan adat desa yang sangat kuat,
yang mereka sebut dengan awig-awig yang sudah mereka tulis sejak abad 11 dan
sudah diperbaharui pada Tahun 1842. Ketika tempat wisata – wisata yang lain
dibali berkembang pesat seperti Pantai Kuta, Pantai Amed, yang sangat meriah
dengan kehadiran Hotel, Pantai, Café, dan kehidupan malamnya , Desa Tenganan
tetap saja berdiri kokoh tidak peduli dengan perubahan jaman dengan tetap
bertahan dengan tiga balai desanya yang kusam dan rumah adat yang berderet yang
sama persis satu dengan lainnya. Dan tidak hanya itu didesa ini keturunan juga
dipertahankan dengan perkawinan antar sesama warga desa. Oleh karena itu Desa
Tenganan tetap tradisional dan eksotik. Dari sistem kemasyarakatan yang
dikembangkan, bahwa masyarakat desa Tenganan terdiri dari penduduk asli desa
setempat. Hal ini disebabkan karena sistem perkawinan yang dianut adalah sistem
parental dimana perempuan dan laki-laki dalam keluarga memiliki
derajat yang sama dan berhak menjadi ahli waris.
Hal ini berbeda dengan sistem
kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat di Bali pada umumnya.Di samping itu,
mereka juga menganut sistem endogamy dimana masyarakat setempat
terikat dalam awig-awig ( hukum adat ) yang mengharuskan pernikahan
dilakukan dengan sesama warga Desa Tenganan, karena apabila dilanggar maka
warga tersebut tidak diperbolehkan menjadi krama ( warga ) desa,
artinya bahwa ia harus keluar dari Desa Tenganan.
Daya tarik lain yang dimiliki Desa
Tenganan adalah tradisi ritual Mekaré-karé atau yang lebih dikenal
dengan “perang pandan”. Mekaré-karé merupakan bagian puncak dari
prosesi rangkaian upacara Ngusaba Sambah yang digelar pada setiap
Bulan Juni yang berlangsung selama 30 hari.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa
keindahan alam Desa Tenganan berpotensi sebagai wisata alternatif jalur trekking
dengan melewati jalan desa, perbukitan, dan juga hamparan sawah penduduk.
Rute pendek jalur trekking ini dapat ditempuh dalam waktu ±3-4 jam.
Berada
di desa ini kita merasakan suasana yang aman dan damai, para penduduk desanya
yang sangat ramah dan bersahabat. Kita dapat berkeliling areal desa tersebut
dan menyaksikan aktivitas mereka sehari hari. Saat yang paling tepat kita
berada disana pada saat sore hari, karena pada sore hari biasanya mereka
penduduk desa Tenganan sudah melakukan aktivitasnya. Dan berkumpul didepan
rumahnya masing-masing, dan tak ayal mereka keluar dan berkumpul bersama para
penduduk yang lain. Dan pada saat ini kita dapat menyaksikan dan melihat
tingkah laku dan adat budaya tradisional mereka yang amat kental. Maka pantaslah
jika mereka disebut dengan sebutan BaliAga(bali Asli).
3.2 Pengelolaan
Desa Tenganan Sebagai Desa Wisata
Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan
telah lama dibuka sebagai objek wisata desa budaya. Pengelolaan dilakukan atas
kerja sama Pemkab Karangasem. Sebagai obyek wisata budaya, desa Tenganan
memiliki banyak keunikan dan kekhasan yang menarik untuk dilihat dan dipahami.
Untuk
mendongkrak potensi wisata mereka, Penduduk Desa Tenganan banyak yang menjual
hasil kerajinan tangannya ke turis. Artshop juga dapat kita lihat begitu kaki
kita melangkah kepintu masuk, mereka menjual banyak kerajinan. Seperti Anyaman
bambu, ukir-ukiran, lukisan mini yang diukir diatas daun lontar yang sudah
dibakar, dan yang paling terkenal adalah kain geringsing. Kain ini sangatlah
unik karena dengan sekilas memandang kita dapat langsung mengetahui kalau kain
tersebut memang buatan tangan. Kain ini termasuk mahal, dan hanya diproduksi di
desa tenganan saja. Waktu pengerjaannya pun memerlukan waktu yang cukup lama,
karena karena warna – warna yang terdapat dikain gringsing ini berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan memerlukan perlakuan khusus.
3.3 Proses Pembuatan Endek
Pagringsingan

Tenun
ikat “endek Geringsing’ yang dihasilkan oleh pengerajin tenun di Tenganan
Pegeringsingan, Karangasem mempunyai ciri khas dan keunikan tersendiri.
Kain
gringsing ini sendiri terbilang unik, otentik dan kini amat langka. Benang yang
dipakai untuk menenun kain ini berasal dari kapas Bali asli. Selain bahannya
yang langka, proses pembuatan kain ini juga terbilang amat rumit. Bisa
dibutuhkan waktu sampai sepuluh tahun untuk bisa menghasilkan selembar kain
gringsing berkualitas bagus.
Pertama, kapas Bali dipintal menjadi benang. Kemudian, benang itu dibalutkan lalu dicelup untuk mendapatkan warna-warna tertentu. Pewarnaannya sendiri menggunakan warna alam. Warna kuning sebagai warna dasar dibuat dari minyak kemiri. Setelah itu, benang kembali dililitkan untuk dibuat warna biru dari taum (indigo). Setelah berwarna biru, benang itu direndam ke pewarna merah yang terbuat dari akar sunti satu tanaman yang hanya bisa tumbuh bagus di Nusa Penida atau dari akar mengkudu selama tiga hari. Selanjutnya, dicuci dan dijemur minimal tiga bulan. Proses ini kembali diulang-ulang hingga tercapai warna yang sebagus-bagusnya dengan warna terakhir yakni hitam. Proses pewarnaan inilah yang membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Pertama, kapas Bali dipintal menjadi benang. Kemudian, benang itu dibalutkan lalu dicelup untuk mendapatkan warna-warna tertentu. Pewarnaannya sendiri menggunakan warna alam. Warna kuning sebagai warna dasar dibuat dari minyak kemiri. Setelah itu, benang kembali dililitkan untuk dibuat warna biru dari taum (indigo). Setelah berwarna biru, benang itu direndam ke pewarna merah yang terbuat dari akar sunti satu tanaman yang hanya bisa tumbuh bagus di Nusa Penida atau dari akar mengkudu selama tiga hari. Selanjutnya, dicuci dan dijemur minimal tiga bulan. Proses ini kembali diulang-ulang hingga tercapai warna yang sebagus-bagusnya dengan warna terakhir yakni hitam. Proses pewarnaan inilah yang membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Ada sejumlah motif kain gringsing
yakni lubeng, wayang putri, wayang kebo, cecempakan,
cemplong, dingding sigading, dingsing ai, pepare, pat likur, pedang dasa,
semplang, cawet, anteng dan lainnya. Motif-motif itu sendiri penuh dengan
simbol-simbol seperti tapak dara (tanda silang) dan lainnya.
Warna kain dengan pewarna alami sangat awet, asalkan dicuci memakai deterjen yang tidak terlalu kuat sodanya atau memakai biji tanaman lerak. Dewasa ini masyarakat gemar memakai produk kain yang bebas dari bahan kimiawi atau disebut produk ramah lingkungan karena aman untuk kulit.
Warna kain dengan pewarna alami sangat awet, asalkan dicuci memakai deterjen yang tidak terlalu kuat sodanya atau memakai biji tanaman lerak. Dewasa ini masyarakat gemar memakai produk kain yang bebas dari bahan kimiawi atau disebut produk ramah lingkungan karena aman untuk kulit.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
observasi yang kami lakukan , maka kami dapat menimpulkan bahwa Desa Tenganan
begitu kental dengan budaya aslinya . Begitu unik dan menarik untuk diteliti
dan dipahami segala seluk beluk Desa Bali Aga ini . Tanpa adanya pengaruh dari
luar disaat dunia ini mengalami globalisasi yang begitu pesat , Desa ini mampu
berdiri kokoh dengan awig awignya yang turun temurun sejak abad ke-11. Kekhasan
lainnya juga dapat terlihat dari budayanya, dimana masyarakat Tenganan
merupakan penghasil kain Endek Pagringsingan, yang sejak dulu dinilai memiliki
nilai magis dan penting dalam segala upacara serta merupakan kain penolak bala
. Begitu rumit dan lamanya proses pembuatan kain ini , menyebabkan harga kain
ini mahal, namun tak sedikit orang yang mau membeli kain suci ini .
4.2.
Saran
Sebagai salah satu desa Bali Aga , sebaiknya kita tidak melupakan
Desa Tenganan yang kaya akan kekentalan budaya aslinya . Kita wajib membantu
pemerintah khususnya Pemerintah Karangasem untuk berupaya mengembangkan potensi
wisata ini agar kelak kawasan wisata ini mampu menarik lebih banyak lagi
wisatawan wisatawan baik asing maupun lokal untuk berkunjung ke Tenganan.
Pemkab Karangasem dapat membantu dalam upaya pengembangan
perekonomian Tenganan , seperti pembangunan art shop khusus yang menjual hasil
karya masyarakat Tenganan (anyaman , kain Gringsing , ukiran dan lukisan mini)
, pertanian serta peternakan . Sehingga kedepannya Tenganan memiliki sistem
perekonomian yang bagus dan mampu menarik wisatawan untuk datang berkunjung
baik untuk melihat cenderamata yang dijual ataupun melihat kekhasan budayanya.
DAFTAR PUSTAKA
http://wisatadewata.com/article/wisata/tenganan,
diakses tanggal 19 Oktober 2012 , pukul 17:07.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tenganan,_Manggis,_Karangasem
, diakses tanggal 19 Oktober 2012 , pukul 17:011.
http://ekasuputra.blogspot.com/2011/03/tradisi-desa-adat-tenganan.html
, diakses tanggal 19 Oktober 2012 , pukul 17:022.
2 komentar:
Thank you for sharing your knowledge and experience. It is the most helpful explanation I have come across so far. Good job and wish you more success.
digital marketing company in india
Casino Roll
This website is intended to provide you 스포츠 토토 라이브 스코어 with 바카라승률 an honest, accurate, and honest 해외 토토 배당 opinion of 벳인포해외배당흐름 the site. In order to use this website, Rating: 3.4 · 4 votes 블랙잭
Posting Komentar